Kamis, 06 Juni 2013

pacaran itu layaknya taruhan

pacaran itu layaknya taruhan | jadinya belum tentu namun dosanya sudah pasti | bedanya yang dipertaruhkan bukan uang tapi kehormatan

mencari kebahagiaan lewat yang belum halal | sama seperti bernaung di rumah yang belum dibeli | akan berakhir menyesal atau menangis

lelaki yang tiada setia pada Tuhannya, apalagi pasangannya? | wanita yang tiada malu maksiat pada Tuhannya, apa diharap pasangannya?

bagaimana mau mengharapkan kebahagiaan | bila awalnya sudah penuh dengan kemaksiatan?

"SABAR DALAM PENANTIAN"



"SABAR DALAM PENANTIAN"

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarrakatuh

Jika kebahagiaan di dunia, hanya sesaat saja..
Lalu kenapa kita harus rela, menukarnya dengan tumpukan dosa yang bermuara kepada siksa abadi di Jahannam sana..
Jika kesusahan di dunia , hanya sementara...
Lalu kenapa kita hendak berhenti bersabar menghadapinya..
Padahal buah kesabaran adalah manisnya nikmat abadi di Jannah-Nya...

Sabarlah kawan..
Jika kau belum mampu menikah maka bersabarlah..
Mendekatlah kepada-Nya, niscaya akan Dia anugerahkan ketentraman dalam hati , hingga tiba saatnya menjemput sang kekasih hati..

Sabarlah kawan..
Jika Pencarianmu belum juga mempertemukanmu dengan tulang rusukmu, mungkin penantian ini adalah ujian ketaqwaanmu, akankah kau tetap istiqomah di jalan-Nya? atau memilih jalan pintas yang tak diridhai-Nya...

Sabarlah kawan...
Mungkin lamanya penantian ini juga dikarenakan kerikil khilaf kita . Coba introspeksi kekurangan dalam diri.. kita inginkan Allah segera memberi.. Namun kita lupa kita tak menyegerakan melaksanakan kewajiban, menunda-nunda Sholat namun menginginkan jodoh dengan segera?? Apa tidak malu??

Sabarlah kawan..
Sejatinya pasangan hidup , adalah sebagai teman berjuang..
Berjuang bersama membangun cinta kepada Allah..

Jangan IRI.. Jangan pernah IRI melihat kebahagiaan yang mereka dapat dengan mengkhianati Allah.. Kebahagiaan yang didapat dengan jalan melanggar syariat hanyalah tipuan Syaitan yang hendak menyesatkan..
Kebahagiaan yang sejati dalam sebuah rumah tangga adalah ketika sebuah rumah tangga di hiasi dengan cinta Allah.. Di tata dengan agama Allah..
Bukan sebuah rumah tangga dengan harta melimpah dan tawa yang sumringah..

Bersabarlah.. Bersabarlah...
Allah bersama orang-orang yang sabar...
Sabar bukan berarti tinggal diam tanpa usaha..
Sabar adalah tabah ketika apa yang di dinginkan belum kita dapat..
Sabar adalah tabah ketika cobaan datang menghadirkan kesedihan..
Sabar adalah tetap teguh dalam ketaqwaan, meski hadir berjuta godaan...
Sabar adalah pasrah pada kehendak-Nya, dengan tetap berikhtiar sesuai petunjuk-Nya...

Nasyid (Seismic - Penantian)
Penantian adalah satu ujian
Tetapkanlah ku selalu dalam harapan
Karena keimanan tak hanya diucapkan
Adalah ketabahan menghadapi cobaan

Sabarkanlah ku menanti pasangan hati
Tulus kan kusambut sepenuh jiwa ini
Di dalam asa diri menjemput berkahMu
Tibalah ijinMu atas harapan ini

Robbi teguhkanlah ku dipenantian ini
Berikanlah cahaya terangmu selalu
Robbi doa dan upaya hamba-Mu ini
Hanyalah bersandar semata kepada-Mu

Subhaanakalloohumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Wassalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

MELINTASI JEMBATAN ASH SHiRAT



MELINTASI JEMBATAN ASH SHiRAT
(Ngesot ngesot deh,yang penting gak jatoh,kkkkk :) )

sekarang ini demi sebuah posisi atau jabatan, sebagian orang sangat mudah berjanji dan sering tidak menepatinya tanpa sedikitpun ada penyesalan. Lain di bibir lain di hati.

Di depan orang bertindak seperti orang baik, di belakang sering mengabaikan perintah agama. Gemar sekali bermaksiat, menipu, menggunjing, dan menebar berita yang tidak jelas kebenarannya. Termasuk tidak segan-segan memfitnah saudara sendiri jika dianggap menghambat perjalanan karir atau mengancam posisinya. Sementara itu, tradisi yang dibangun setiap hari dan malamnya hanyalah ke kafe, hotel, dugem, dan pesta-pesta tiada henti. “Semua itu demi masa depan,” dalihnya.

Padahal, mengacu pada sumber hadits Nabi, di akhirat nanti, setiap manusia harus melintasi yang namanya shirath (jembatan) yang menjadi penentu nasib setiap jiwa bisa masuk surga atau terjun ke neraka. Oleh karena itu, Ibn Athaillah sangat heran kepada tingkah laku kebanyakan manusia yang heboh mengejar dunia dan tertawa-tawa seolah telah peroleh kebahagiaan akhirat. Di depan manusia bertingkah laku baik, di belakang sering melupakan aturan Allah.

Melintasi Shirath

Dalam kitabnya Tajul Arus, Ibn Athaillah berkata, “Kau tertawa terbahak-bahak seakan-akan telah melewati jembatan (shirath) dan menyeberangi neraka. Jika kau tidak menjaga sikap wara’ kepada Allah yang bisa mencegah dari maksiat ketika sendiri, taburkan tanah ke atas kepala sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam bersabda, “Barangsiapa tidak memiliki sikap wara’ yang bisa mencegahnya dari maksiat ketika sendiri, Allah sama sekali tidak akan memedulikan amalnya.” (HR. Al-Daylami).

Shirath sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi adalah jembatan di atas Jahannam. Dalam shahih Bukhari Muslim disebutkan, “Jembatan Jahannam dibentangkan dan aku yang pertama kali melewatinya. Doa para rasul ketika itu adalah: ‘Ya Allah, selamatkan!’

Pada jembatan itu terdapat jangkar-jangkar seperti duri sa’dan. Tahukah kalian, apakah duri sa’dan itu? Para sahabat menjawab, ya.

Beliau melanjutkan, “Ia bagaikan duri sa’dan, hanya saja tidak ada yang mengetahui besarnya kecuali Allah. Ia akan menarik manusia sesuai dengan amal perbuatan mereka. ada yang selamat ada pula yang merangkak kemudian selamat.” (HR. Bukhari).

Jadi, satu hal yang mestinya menjadi perhatian setiap orang beriman adalah bagaimana kira-kira nasibnya di akhirat nanti, terutama ketika harus melewati shirath. Karena shirath ini adalah media penentu dari Allah seseorang masuk surga atau terjungkal ke dalam neraka.
Sungguh, kita tidak pernah bisa mengetahui, apalagi memastikan, apakah amal yang kita lakukan termasuk amal yang diterima, jiwa kita adalah jiwa yang takwa, atau justru masuk kelompok manusia yang celaka.

Oleh karena itu, kita patut bertanya dalam diri, sebagaimana Hasan bin Ali radhiyallahu anhu berkata, “Aku takut ketika sebagian dosaku terlihat kemudian Allah berkata, ‘Dosamu tidak diampuni.” 

Masa depan manusia yang harus menyeberangi shirath itulah yang kemudian mendorong Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam bersabda, “Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui, tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis,” (HR. Bukhari).

Artinya, kita harus benar-benar mengimani hari akhir, dengan bersegera melakukan segala amal sholeh dan menjauhi perbuatan yang merusak. Berlomba-lomba menyiapkan bekal takwa menuju Allah agar kelak mendapat rahmat dari-Nya dan bisa menyeberang di atas shirath dengan selamat hingga ke surga.

Firman-Nya tentang Hari Esok

لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr [59]: 20).

Ibn Katsir dalam tafsir ayat tersebut menyebutkan riwayat yang disampaikan oleh Imam Ahmad dari Al-Mundzir bin Jabir, yang secara inti memaparkan pengalaman Rasulullah melihat suku Mudhar yang sangat miskin, hingga tak beralas kaki dan tidak berpakaian.

Melihat hal tersebut, kemudian Rasulullah berkhutbah, “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu (sampai akhir ayat). Lau beliau membaca ayat tersebut hingga tuntas, kemudian menambahkan, ‘…meskipun hanya dengan satu belah kurma.”

Mendengar khutbah itu, seorang sahabat Anshar datang membawa satu kantong, hampir saja telapak tangannya tidak mampu mengangkatnya, bahkan memang tidak mampu. Lalu orang-orang pun mengikuti sehingga aku melihat dua tumpukan dari makanan dan pakaian, sehingga aku melihat wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam berseri-seri bagaikan disepuh emas.

Maka, menurut Ibn Katsir hari esok itu atau masa depan itu hanya tepat jika kita persiapkan dengan banyak beramal sholeh, bersegera membantu saudara yang lain yang sangat berhajat terhadap kebutuhan hidup, walau hanya dengan separuh biji kurma. Kemudian menjauhi seluruh bentuk larangan-Nya.

Dengan demikian perbanyaklah intropeksi diri (muhasabah). Lihatlah apa yang telah kita tabung untuk akhirat kita sendiri utamanya ketika bertemu dengan Rabb kita semua. Jangan sampai kita lupakan hal yang sebenarnya tidak lama lagi akan kita jumpai dalam perjalanan panjang kehidupan akhirat.

Mulai sekarang, berhentilah bergantung pada harta, jabatan, dan kekuasaan. Semua itu tidak akan berarti apa-apa tanpa iman, takwa dan amal sholeh. Justru siapapun kita, pada dasarnya sangat berpotensi mendapatkan masa depan yang baik bahkan sangat-sangat baik, asalkan, senantiasa menjaga dan meningkatkan kualitas takwa kepada-Nya dan banyak melakukan amal sholeh untuk kemaslahatan bersama.*/Imam Nawawi

Ta'aruf dan Prosesnya

Disini akan dijelaskan tentang :
- Ta'aruf dan 
- Prosesnya


1. Apakah defenisi dari Ta'aruf ?

Taaruf adalah kegiatan bersilaturahim, kalau pada masa ini kita kata berkenalan bertatap muka, atau bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bole juga dikatakan bahawa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf boleh juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jinjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.

Sebagai saranan yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeza dengan bercinta. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbezaan hakiki antara bercinta dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan bercinta lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yakni untuk mengetahui kriteria calon pasangan.

2. Apakah Perbezaan bercouple dan Ta'aruf ?


Dalam bercinta, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli motor second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mencuba motor itu tanpa pernah tahu kondisi enjinnya.

Sedangkan taaruf adalah seperti seorang mekanik motor yang pakar memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata baik, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan taaruf, seseorang baik pihak lelaki atau wanita berhak untuk bertanya yang detail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Kerana bila tidak jujur, boleh menyebabkan krisis kemudian hari.

3. Ada Suatu Pertanyaan Seperti ini ?

a. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?

أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ ..

“Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka .”

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ؟ فَقَالَ: اصْرِفْ بَصَرَكَ 

“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan pada wanita yg tiba-tiba ? maka beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.” 

Adapun suara dan ucapan wanita pada asal bukanlah aurat yg terlarang. Namun tdk boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tdk boleh melembutkan suara. Demikian juga dgn isi pembicaraan tdk boleh berupa perkara-perkara yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Kerana bila demikian maka suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yg terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا 

“Maka janganlah kalian berbicara dgn suara yg lembut sehingga lelaki yg memiliki penyakit dlm kalbu menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yg ma’ruf .”

Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabat lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingan dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tdk berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara. 

4. Proses Ta'aruf 


Lalu bagaimana proses taaruf yang syar’i sehingga menuju pernikahan yang barakah? Yang pertama iaitu tidak boleh menunggu, misalnya jarak antara taaruf dengan pernikahan selama satu tahun. Si akhwat diminta menunggu selama satu tahun karena ikhwannya harus bekerja terlebih dahulu atau harus menyelesaikan kuliah dulu. Hal ini jelas menzalimi akhwat kerana harus menunggu, dan juga apa ada jaminan bahawa saat proses menunggu itu tidak ada syaitan yang mengganggu?? Yang kedua adalah tidak boleh malu-malu, jadi kalau memang sudah bsedia untuk menikah sebaiknya segera untuk mengajukan diri untuk bertaaruf. Apabila malu maka akan lmbat prosesnya.

Etika selama bertaaruf yaitu jangan terburu-buru menjatuhkan cinta. Misalnya ketika kita mendapatkan satu biodata calon pasangan tanpa mengenal lebih dalam, tiba-tiba sudah yakin dengan pilihan itu. Alangkah baiknya jika mengenal lebih dalam mulai dari kepribadian,fizikal,dan juga latar belakang keluarganya, sehingga nanti tidak seperti membeli kucing dalam sangkar.

5. Kesimpulan 

Dengan demikian jelaslah bahawa bercinta bukanlah alternatif yang ditoleransikan dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahawa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon isteri selama belum rasmi menjadi isteri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telefon, ataupun melalui surat. Kerana saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna bercinta yang akan mengheret ke dalam fitnah.
 
Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang diperlukan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Boleh juga dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti isteri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang diminta memberi keterangan berkewajiban untuk menjawab sebaik mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut kerana ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasihat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda: 

“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim) 

Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon isteri yang dilamar sesuai dengan tuntutan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata: 

“Bolehnya berbicara dengan calon isteri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, kerana setiap orang wajib menghindari dan menjauhi dari fitnah.” 

Perkara ini diistilahkan dengan ta’aruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang lebih spesifik iaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan melakukan nazhar, iaitu melihat wanita yang hendak dilamar.

Wallahu a’lam. 

Do'a sebelun dan sesudah bangun tidur

• Sebelum Tidur Membaca Doa :
بِاسْمِكَ اللّهُمَّ أَحْيَاوَأَمُوتُ
bismikallahumma ahya wa amutu
Artinya :
Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati
• Sesudah Bangun Tidur Membaca Doa :
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
alhamdulillahil ladzi ahyana ba’da ma amatana wailaihin nusyur
Artinya :
Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku kembali setelah mematikan aku dan kepada Allah akan bangkit
Keterangan :
Doa ini berdasarkan hadits nabi yang saya ambil dari Riadust Shalihin :
عَنْ حُذَيْفَةَ وَأَبِىذَرٍّ رَضِىَاللّهُعَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَاأَوَى إِلىَ فِرَاشِهِ قَالَ :  بِاسْمِكَ اللّهُمَّ أَحْيَاوَأَمُوتُ ، وَإِذَااسْتَيْقَظَ قَالَ : اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ . رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ
Artinya :
Hudzaifah r.a. dan Abu Dzarr keduanya berkata : Adalah Rasulullah saw. jika akan tidur membaca : bismikallahumma ahya wa amutu (Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati), dan apabila bangun tidur membaca ; alhamdulillahil ladzi ahyana ba’da ma amatana wailaihin nusyur (Segala puji bagi Allah yang menghidupkan aku kembali setelah mematikan aku dan kepada Allah akan bangkit). (Bukhari)

Cara berjilbab menurut syar'i


Biasanya remaja maupun wanita dewasa paling takut kalau disuruh memakai jilbab. Katanya tidak modern dan jadi tidak menarik penampilannya. Tapi, jangan takut dan ragu untuk memakai jilbab ya, selain untuk melaksanakan kewajiban, kini jilbab pun dapat dipakai dengan berbagai macam gaya yang trendi dan modis. Berbagai cara memakai jilbab kreasi yang dapat kita ketahui untuk menambah cantik penampilan. Apalagi sekarang banyak produsen jilbab yang menjual berbagai macam bentuk dan model jilbab yang bagus-bagus.
Memakai jilbab
Salah satu tuntunan dalam agama Islam bagi wanita muslim adalah memakai jilbab. Memakai jilbab merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan bagi wanita muslim yang telah akil baligh. Menutup aurat seperti rambut hukumnya adalah wajib sesuai dengan perintah Allah SWT dalam QS. An Nuur ayat 31.
Jilbab dalam pandangan Islam adalah menutup aurat seperti rambut sampai menutup dadanya. Tapi ada juga pendapat yang menyatakan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh badan. Pada umumnya, masyarakat kita memahami jilbab sebagai penutup rambut dan dipakai bersama baju panjang yang menutup aurat.
Memilih Jilbab
Sebelum mengetahui cara memakai jilbab kreasi, yuk kita lihat beberapa tips dalam memilih jilbab. Tips ini antara lain:
1. Lihat model/bentuk jilbab
Banyaknya model atau bentuk jilbab yang ada terkadang membuat kita sendiri bingung dalam memilihnya. Tapi jangan lupa memilih model yang sesuai dengan kebutuhan kita dan bentuk wajah kita. Sekaligus menyesuaikan dengan cara memakai jilbab kreasi yang kita inginkan. Kalau memilih jilbab yang langsung pakai, biasanya lebih simpel dan ringkas, tapi perhatikan ukuran lubang untuk muka/wajah. Biasanya, ukuran semua jilbab standar tapi ada juga yang dibuat lebih kecil bahkan ada yang lebih besar.
2. Sesuaikan dengan tujuan pemakaian
Membeli dan memilih jilbab harus sesuai dengan tujuan pemakaian. Kalau hanya untuk di rumah, mungkin Anda akan lebih memilih jilbab berbahan kaos yang modelnya lebih sederhana. Selain itu cara memakai jilbab kreasi juga tidak terlalu ribet. Tapi untuk ke acara yang lebih resmi seperti ke kantor maupun acara pesta dan lainnya, cara memakai jilbab kreasinya lebih banyak dan dapat ditambah dengan aksesoris yang cantik.
3. Bahan kain yang dipakai
Nah, bahan kain yang enak digunakan untuk jilbab adalah yang berbahan dasar katun karena menyerap keringat serta tidak panas. Bahan kaos juga menjadi pilihan, atau bahan lain tapi lebih ringan dan dingin. Cara memakai jilbab kreasi ini adalah dengan memadukan bahan kain yang lebih tipis dengan bahan kain yang lebih tebal.
Cara memakai jilbab kreasi
Sebenarnya memakai jilbab itu tidak sulit, apalagi sekarang ini banyak pilihan jilbab yang bisa kita kenakan. Aneka jilbab dapat dipakai ke sekolah, ke tempat kerja, acara pesta, dan lainnya. Jangan kahwatir, kini banyak cara memakai jilbab kreasi yang bisa menambah cantik penampilan kita.
Berikut ini cara memakai jilbab kreasi yang praktis dan sesuai dengan syar’i (menutup aurat):
1. Siapkan ciput dan jilbab segiempat dua buah. Warnanya bisa sama, bisa juga berbeda tergantung dari keinginan kita. Hanya saja usahakan serasi dengan warna baju yang akan dipakai.
2. Siapkan peniti kecil dan beberapa jarum pentul.
3. Sebagai alas jilbab, pasang ciput terlebih dahulu. Ada banyak macam ciput, bisa yang model polos, dari bahan kaos maupun bahan satin. Fungsi ciput ini untuk menahan agar rambut tidak terlihat/keluar dan untuk menahan jilbab agar lebih kuat terpasang.
4. Cara memakai jilbab kreasi berikutnya yaitu dengan memakai jilbab segiempat pertama seperti biasa, lipat dahulu jilbab segiempat tadi menjadi segitiga, lalu pasang salah satu ujung jilbab ke arah leher (dililit), rapikan dengan peniti.
5. Pasang jilbab segiempat yang kedua, dengan cara yang sama, diatas jilbab yang pertama. Ekor jilbab yang pertama diangkat ke atas jilbab kedua dan diberi jarum pentul.
6. Sisa dari ujung jilbab kedua inilah yang akan dibuat berbentuk bunga. Caranya pilin dan bentuk ujung jilbab menjadi bunga dan sematkan jarum pentul setiap selesai dibentuk. Lakukan sampai ujung jilbab habis.
Nah, tidak terlalu sulit kan cara memakai jilbab kreasi ini? Anda bisa mencobanya sendiri di rumah. Tapi, kalau mau yang lebih praktis sebenarnya banyak model jilbab berbentuk dua warna dan ada hiasan bunga seperti ini yang banyak dijual dalam bentuk jadi/siap pakai.

dilarang pacaran malah bikin varian

dilarang pacaran malah bikin varian | dilarang maksiat malah bikin derivat | HTS, TTM, LDR, kakak-adik, penyemangat ibadah? HADUH!

boleh kreatif, jangan fiktif | pacaran mau dilabeli apa juga haram, mau dikata apa tetep aja maksiat

wanita terhormat bukan karena banyak gaul dan temenan sama lelaki | wanita terhormat justru karena terjaga lisan dan amal dari lelaki

bukan nggak boleh temenan sama lelaki | tapi untuk apa kalo temenan hanya jadi pembenaran khalwat? (berdua-duaan tanpa mahram)

cewek mudahan itu | diajak makan hayuh, diajak hangout hayuh, diajak jalan hayuh, ketawa ketiwi hayuh, ngesot hayuh | =_=;

tapi cewek mulia | diajak makan, diajak hangout, diajak ketawa ketiwi | harus nikah dulu, nggak gampangan.. bernilai gitu loh

"taaaadz, kan masih esempe, esema, masak nikah mulu solusinya?" | yaah.. udah tau masih seragaman, makanya pantasin diri dulu

kalo ada cowok flirting kamu, ya jangan diladenin | kalo diladenin ya doi kesenengan, kamu respon sih.. | atau malah kamu juga seneng?

kalo ada cowok coba rayu kamu, kalem aja | nggak usah senyum, nggak usah ladenin, nggak usah misuh-misuh | cukup DIEM, lalu TINGGALIN aja

"hidup nggak fun dong kalo nggak ada lawan jenis?" | ooo.. wajarlah kamu selama ini jadi mainan, hidupmu untuk FUN sih

hargai kesendirian, hidupmu belum perlu cowok | kalopun perlu cuma 1 cowok, AYAHmu itu

kaji pemikiran Islam, biar jadi Muslimah anggun kayak mbak-mbakmu yang udah berhijab tuh | belajar masak di dapur juga bagus

udah ah | jangan cowok mulu dipikirin | masih banyak kenikmatan hidup yang halal | semoga manfaat

created : Ustadz Felix Siauw

1001 alasan

1001 alasan bisa dikarang yg pacaran untuk nyatakan keseriusan | bagi yg serius sebenar, hanya 1 kalimat buktikan 

"saya terima nikahnya.."mungkin betul bahwa pacaran itu saling mengenal | mengenali tubuh pasangan dan mengenal apa itu maksiat

dari alasan semangat belajar sampai jalin silaturahim | whatever, ujung-ujungnya pacaran tetap berorientasi pada kenikmatan fisik 

dia bilang sayang karena kamu masih turuti maksiatnya | bila sudah tak mau, tak berat dia tinggalkan | karena pacaran tak perlu komitmen

dia bilang dia sayang sama kamu? | berkali-kali kejadian namun tak ada yg ambil pelajaran, talk is cheap! nikah baru sip!

karena syahwat pasti mewujud pada lelaki | yang taat Allah penuhi itu dengan pernikahan, yang maksiat penuhi itu dengan pacaran

pernikahan itu perlu komitmen, perlu keseriusan dan perlu ilmu agama | lelaki yang tiada lulus syarat2 itu masuk jurusan pacaran

sakit hati saat putus, janji-rayuan nya masih terngiang di kepalamu | kubilang itu salahmu sendiri, pacaran tiada didisain utk komitmen

putuskan pacar memang sulit, tetap pacaran pun satu saat pasti sakit | pilih saja, sulit karena taat atau sakit karena maksiat?

maka beritahukan kepada pacarmu sekarang juga | bila memang serius dan ksatria, nikahi atau sudahi

created : Ustadz Felix Siauw

JOMBLO

Mending JOMBLO lho dari pada pacaran..
Karna jomblo tuh..

J-auh dari
O-rang orang yang
M-endekati zina
B-eruntunglah
L-elaki & perempuan yang menjauhi
O-rang orang yang melanggar larangan Robbnya

Yuk berusaha menghindar dari PACARAN..
Karna pacaran ntu..

P-erjalanan yang buruk
A-papun
C-aranya &
A-lasannya pacaran tak akan di benarkan oleh agama
R-usaklah
A-khlaknya,seolah
N-eraka tempat tujuannya.

Yang dah cukup umur dan siap perbekalan
Yah lebih baik NIKAH..
Karna Nikah ntu..

N-ambah
I-lmu
K-eberkahan, serta
A-mal &
H-idup indah

Tingkatan cinta menurut islam



Al-Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah berkata sesungguhnya cinta memiliki  tingkatan, di antaranya adalah :

1.  Alaqoh
Makna ’alaqoh adalah ikatan atau bisa juga diartikan dengan kecenderungan hati.
Disebut ’alaqoh karena orang tersebut memiliki hubungan atau ikatan dengan yang dicintainya.

Pada sebuah syair disebutkan :

Engkau telah membuatku terpikat, tertambat dan terikat, sejak pertama aku melihat.Ash-Shobabah
Secara harfiah dapat diartikan dengan menuangkan, mengalirkan atau kerinduan.
Disebut ash-shobabah karena hati orang tersebut dia curahkan dan dia tumpahkan kecintaannya kepada orang yang dicintainya.

2. Al-Ghorom
Artinya amat menyukai atau tertambat hatinya.
Yaitu melekatnya kecintaan dalam hatinya sampai cintanya tidak akan dipisahkan dari sesuatu yang dia cintai. Seperti kata pepatah : Bila cinta sudah melekat, gula jawa berasa coklat.

3. Al-IsyQ
Artinya sangat cinta (tertambat hatinya) kepada ……….., menempel, melekat.
Dari sini diturunkan pula kata : al-’asyaqoh yang artinya tumbuh-tumbuhan yang melilit pada pohon. (nah. Jadi jelas, kan, maksudnya)

Yaitu rasa cinta yang berlebihan dan mengandung syahwat. Oleh karena itu Allah tidak boleh disifati dengannya dan tidak boleh memberikan kalimat ini untuk Allah.

4. Asy-SyauQ
Maknanya cinta yang bergelora, menyandarkan.
Yaitu perginya hati kepada sesuatu yang dia cintai dengan sepenuhnya.
Rasulullah bersabda :

Barang siapa yang berharap ingin berjumpa dengan Allah, maka Allah pun akan berjumpa dengannya. [HR. Bukhori : 4/75 dan 7/65]
Allah ta’ala berfirman : Barang siapa yang berharap (untuk) berjumpa dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang. [QS. Al-Ankabut : 5]

Tatkala Allah mengetahui bahwa wali-wali Allah sangat merindukan untuk berjumpa dengan-Nya, hati-hati mereka tidak akan pergi kecuali kepada Allah. Oleh karena itu Allah mengumpamakan kepada mereka tentang waktu yang telah dijanjikan. Sehingga hati hambanya merasa tenang.

5. At-Tatayyum
Artinya memperbudak, menundukkan, menguasai.
Yaitu penghambaan atau pemujaan seseorang terhadap yang dia cintai. Di dalamnya mengandung makna ketundukan dan menghinakan dirinya terhadap yang dicintai.
Oleh karenanya keadaan yang paling mulia bagi seorang hamba adalah al-Ubudiyyah yaitu penghambaan dan tidak ada tingkatan yang lebih mulia daripada itu.

6. Al-Khullah

Al khullah adalah kecintaan yang paling sempurna dan penghabisannya, sehingga tidak tersisa sedikitpun kecuali dia curahkan kepada yang dia cintai. Ini adalah kedudukan yang mulia khusus kepada Nabi Ibrohim dan Nabi Muhammad. Sebagaimana sabdaRasulullah :

Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai khalil (hamba yang paling dicintai Allah) sebagaimana Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil. [HR. Muslim : 1216]

10 KIAT MENGGAPAI CINTA ALLAH

10 KIAT MENGGAPAI CINTA ALLAH


Tujuan hidup seorang Muslim adalah memperoleh ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memasuki surga-Nya. Tujuan ini akan tercapai hanya jika ia menjalani hidup secara mulia, baik sebagai hamba Sang Khalik maupun sebagai makhluk sosial, dan wafat dalam keadaan husnul khatimah.
Adapun tujuan hidup orang kafir hanya untuk memenuhi syahwatul bathn (syahwat perut) dan syahwatul farj (syahwat seks). Maka, aktivitas hidupnya pun hanya untuk memburu sesuatu yang menyenangkan sesaat, tapi kemudian membuat dirinya sendiri kecewa.
Allah Ta’ala berfirman, ”Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapati sesuatu apa pun, dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (An-Nur [24] : 39)
Jika sudah demikian, mereka lebih rendah dari binatang. Sebab, sebagai makhluk yang memiliki kebihan akal dan kemampuan spiritual, seharusnya mereka tidak berbuat seperti itu. Panca indera mereka sudah tak lagi berinteraksi dengan ayat-ayat-Nya.
Allah Ta’ala berfiman, ”Dan sesungguhnya Kami jadikan (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf [7] : 179)
Kiat Meraih Cinta-Nya
Seorang Muslim tidak boleh terjebak pada tujuan memburu kenikmatan sesaat sebagaimana yang diderita oleh kaum yang tidak beragama.
Apa pun keadaannya seorang Muslim harus menggunakan karunia-Nya secara maksimal untuk mencapai kenikmatan yang bersifat permanen (akhirat).
Bagaimana mewujudkannya? Bagaimana meraih cinta-Nya? Berikut langkah-langkahnya.
1. Selalu mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan melakukan ibadah mahdhah secara istiqamah.Allah Ta’ala berfirman, ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah [2] : 185)
Dalam Hadits Qudsi, Allah Ta’ala berfirman, ”Aku dalam sangkaan hamba-Ku, dan Aku akan selalu bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Kemudian apabila ia ingat Aku dalam dirinya, Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia ingat kepada-Ku dalam satu kaum, maka Aku akan mengingatnya dalam kaum yang lebih banyak dari pada kaum itu. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati-Ku satu hasta, Aku akan mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, aku akan datang kepadanya dengan lari-lari kecil.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
2. Kecintaan Allah Ta’ala bisa diperoleh dengan menjalankan ibadah nawafil (tambahan/sunnah).Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda, ”Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal lebih Aku sukai daripada jika ia mengerjakan amal yang Kuwajibkan kepadanya. Hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang ia mendengar dengannya, menjadi penglihatan yang ia melihat dengannya, sebagai tangan yang ia memukul dengannya, sebagai kaki yang ia berjalan dengannya. Jika ia meminta kepada-Ku pasti Ku-beri dan jika ia minta perlindungan kepada-Ku pasti Aku lindungi.” (Riwayat Bukhari)
3. Kecintaan Allah Ta’ala juga bisa diperoleh dengan mencintai para kekasih-Nya. Merekalah orang-orang yang senantiasa ditolong, dilindungi, dan dibela oleh-Nya.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu (Ra), Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman, ”Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka Ku-izinkan ia diperangi.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4. Mengikuti ajaran Rasulullah SAW (ittiba’) sebagai bukti kecintaan kepada beliau.Allah Ta’ala berfirman, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran [3] : 31)
5. Berperang di jalan Allah Ta’ala dengan shaf yang rapi.Allah Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff [61] : 4)
6. Sabar ketika diuji dengan penderitaan dan syukur ketika diuji dengan kelapangan.Allah Ta’ala berfirman, ”Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran [3]: 146)
7. Selalu berbuat baik dan suka menolong sesama.Allah Ta’ala berfirman, ”Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (al-Maidah[5]: 93)Rasulullah SAW, dari Abu Hurairah RA, juga bersabda, “Barangsiapa melepaskan seorang Mukmin dari penderitaan-penderitaan dunia, niscaya Allah akan melepaskan darinya penderitaan-penderitaan hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan yang sulit niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup aib seorang Muslim maka Allah akan menutup aibnya di akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (Riwayat Muslim)
8. Bertakwa dan berbuat adil.Allah Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah [9]: 7).Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah [60[:
9. Ikhlas dalam beramal.Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang meninggalkan dunia dalam keadaan ikhlas hanya kepada Allah Ta’ala, tidak menyekutukan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, (lalu) ia wafat, maka Allah ridha kepadanya.” (Riwayat Ibnu Majah)
10. Bertobat dengan tulus.Allah Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah [2] : 222)

Pacaran ternyata penuh dengan kedustaan

Pacaran ternyata penuh dengan kedustaan. Orang yang pacaran akan selalu mengelabui pasangannya.
Ketika masa-masa pacaran, si kekasih akan selalu berdandan cantik di hadapan pacarnya, berkata lemah lembut, bersenyum manis dan belang jeleknya ditutup-tutupi. Yang pacaran akan merasa tidak pede jika nampak sesuatu yang jelek dari dirinya. Kalau dikatakan pacaran sebagai jalan untuk mengenal pasangan sebelum nikah, kenyataanya penjajakan tersebut jauh berbeda dengan saat telah menikah. Saat telah menikah, satu sama lain tidak mesti berpenampilan cantik atau ganteng saat di rumah. Tidak mesti pula terus-terusan bertemu dalam keadaan harum atau wangi. Bahkan dalam pernikahan ada pasangan yang berkata kasar yang hal ini tidak dijumpai saat pacaran dahulu.
Padahal Islam sudah memberi jalan bahwa mengenali pasangan bisa dari empat hal: (1) kecantikan, (2) martabat (keturunan), (3) kekayaan atau (4) baik atau tidak agamanya. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”.  (HR. Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1446). Mengenal calon pasangan sudah cukup lewat empat hal tersebut. Keempat hal tadi bisa diketahui dari keluarga dekat atau dari teman dekat si pasangan. Jadi, tidak mesti lewat lisan si pasangan secara langsung.
Jika sudah ada cara yang Islam gariskan, masihkah mencari cara lain untuk mengenal pasangan? Lantas apa mesti mengenal calon pasangan lewat pacaran?
Ketahuilah bahwa nikah adalah tanda ingin serius, sedangkan pacaran hanya ingin terus dipermainkan. Jangan heran jika ada yang sudah pacaran bertahun-tahun, namun pernikahan mereka tidak sampai setahun jadi bubar.
Coba lihat saja para sahabat Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, tidak pernah menempuh jalan pacaran ketika mencari pasangan. Sekali ta’aruf, merasa cocok, sudah langsung menuju pelaminan. Tidak seperti para pemuda saat ini yang menjalani pacaran hingga 10 tahun untuk bisa saling mengenal lebih dalam. Padahal para sahabat adalah sebaik-baik generasi sepeninggal Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang mesti dicontoh. Lihat saja apa yang terjadi ketika Fathimah dinikahi ‘Ali bin Abi Tholib atau Ruqoyyah yang dinikahi sahabat mulia ‘Utsman bin ‘Affan, mereka tidak melewati proses penjajakan pacaran. Imam Ahmad berkata dalam Ushulus Sunnah, “Hendaklah kita berpegang teguh dengan ajaran para sahabat -radhiyallahu ‘anhum- serta mengikuti ajaran mereka.”
Lihat pula si mbah kita dahulu. Mereka juga tidak mengenali calon pasangan mereka dengan pacaran. Akan tetapi, keluarga mereka tetap langgeng dan punya banyak keturunan.
So ... Apa gunanya pacaran? Jika Anda ingin dikelabui terus-terusan, maka monggo itu pilihan Anda dan akhirnya Anda yang tanggung sendiri akibatnya.
Semoga Allah beri taufik dan hidayah.
---

Sifat orang bertaqwa



Di antara sifat orang bertakwa adalah rajin sedekah baik di waktu lapang maupun sempit, menahan amarah dan mudah memaafkan orang lain. Dan sifat-sifat ini amat dicintai oleh Allah.
Allah Ta'ala berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(QS. Ali Imron [3] : 133-134)
Dalam ayat yang mulia ini Allah memerintahkan untuk bersegera dalam dua hal yaitu :
[1]   Meraih ampunan Allah
[2]   Meraih surga-Nya yang lebarnya selebar langit dan bumi. Apalagi panjangnya!!
Surga ini Allah sediakan bagi orang-orang yang bertakwa. –semoga Allah memudahkan kita untuk masuk di dalamnya-
Lalu apa pengertian takwa?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmu’ Fatawa (XX/132), takwa bukanlah hanya meninggalkan maksiat (kejelekan) namun takwa -sebagaimana ditafsirkan oleh ulama-ulama dahulu dan belakangan- adalah melakukan apa yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang.
Tholaq bin Habib rahimahullah mengatakan,
أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَرْجُوْ ثَوَابَ اللهِ وَ أَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عَذَابَ اللهِ
Takwa adalah engkau melakukan ketaatan kepada Allah, di atas cahaya dari Allah (yaitu di atas ilmu) dengan harapan untuk mendapatkan pahala dari Allah dan engkau menjauhi maksiat atas cahaya dari Allah (yaitu di atas ilmu) karena takut akan ’adzab Allah.
Di antara bentuk ketakwaan adalah menjaga shalat di mana Allah perintahkan kepada kita,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat Ashar atau Shubuh)” (QS. Al Baqarah [2] : 238)
Dan Allah melarang meninggalkan perkara agung ini karena inilah amalan yang pertama kali akan dihisab (diperhitungkan) di hari kiamat kelak di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ الصَّلَاةُ وَأَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ
Amalan pertama yang akan dihisab dari seorang hamba adalah shalat. Dan perkara pertama kali yang akan diputuskan adalah urusan darah.” (HR. An Nasa’i dan Ath Thobroni, dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalamSilsilah Ash Shohihah no. 1748). Oleh karena itu, janganlah menganggap remeh shalat ini dan janganlah meninggalkannya karena Rasulullah r juga bersabda,
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ
Sesungguhnya di antara pembeda antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim) yaitu yang menghalangi seseorang dari kekafiran adalah tidak meninggalkan shalat (yaitu melakukan shalat). Dan apabila seseorang meninggalkan shalat tidak lagi tersisa penghalang antara keislaman dan kesyirikan  bahkan dia akan kafir (keluar dari Islam). Dan perhatikanlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَا يَجْتَمِعُ الإِيْمَانَ وَالكُفْرَ فِي قَلْبِ امْرِىءٍ
Tidak mungkin keimanan dan kekufuran itu bersatu dalam hati seseorang.” (Silsilah Ash Shohihah no. 1050). Imam Syafi’i dan Imam Malik mengatakan orang yang meninggalkan shalat adalah orang yag fasik dan dia akan dihukum sebagaimana orang yang berzina. Ibnul Qayyim dalam kitab Ash Sholatu wa Hukmu Tarikihaberkata,”Kaum muslimin sepakat bahwa meninggalkan shalat yang wajib dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” Mayoritas ulama mengatakan orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh dengan pedang di lehernya, namun jika shalatnya ditinggalkan dengan sengaja tidak dikeluarkan dari Islam (alias ‘kafir’) sebagaimana dikatakan Syaikh Al Albani dalam Hukmu Tarikish Sholat namun ini adalah dosa besar yang paling besar yang pelakunya harus dibunuh.
Surga ini Allah sediakan bagi orang yang bertakwa dan mereka ini adalah penghuninya dalam amalan takwa adalah amalan yang mengatarkan padanya. Kemudian selanjutnya Allah mensifati orang yang bertakwa dan amalannya :
´   { الذين ينفقون في السراء والضراء }
Yaitu orang-orang yang banyak berinfak dalam keadaan susah maupun mudah, lapang atau sempit, senang maupun sulit, sehat ataupun sakit dan dalam segala kondisi. Jika dalam keadaan mudah dan kelebihan mereka berinfak, begitu juga dalam keadaan sempit (susah), mereka tetap berinfak walaupun sedikit.
´ { والكاظمين الغيظ }
Orang yang bertakwa ini adalah orang yang menahan amarah. Apabila ada yang menyakitinya, maka normalnya manusia, dalam hatinya akan dongkol, dan akan membalas dengan kata-kata maupun perbuatan. Inilah kebiasaan orang ketika disakiti. Namun orang yang bertakwa yang akan dijanjikan memasuki surga Allah akan menahan hatinya dari amarah, berusaha untuk sabar walaupun telah disakiti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
"لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرُعة، وَلَكِنَّ الشَّدِيدَ  الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ". وقد رواه الشيخان من حديث مالك.
Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai bergelut. Namun, orang yang kuat adalah yang pandai menahan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ.
Kemarahan itu akan mengumpulkan seluruh kejelekan.” (HR. Ahmad. Dishohihkan Syaikh Al Albani dalam Shohih Targhib wa Tarhib)
´  { والعافين عن الناس }
Termasuk dalam memaafkan orang lain adalah memberi maaf kepada semua orang yang telah menyakiti dengan perkataan dan perbuatan. Memaafkan orang lain ini lebih utama dari menahan amarah karena memaafkan orang lain berarti tidak balas dendam terhadap orang yang telah menyakiti dan bermurah hati kepadanya.
Inilah orang-orang yang menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang tercela karena memaafkan hamba Allah sebagai rahmat (kasih sayang) kepada mereka, berbuat baik kepada mereka, dan tidak senang menyakiti mereka. Semoga Allah mengampuni orang-orang seperti ini. Dan ingatlah balasannya adalah di sisi Allah yang Maha Mulia dan balasannya bukanlah di sisi hamba yang fakir yang tidak dapat memberikan apa-apa. Ingatlah firman Allah Ta’ala,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya adalah di sisi Allah.” (QS. Asyura [42] : 40)
ثلاث أُقْسِمُ عليهن: ما نقص مال من صدقة، وما زاد الله عبدا بعفو إلا عِزا، ومن تواضع لله رفعه الله
”Tiga hal yang Allah bersumpah dengannya : [1] Harta tidaklah berkurang dengan shodaqoh, [2] Tidaklah Allah menambahkan kepada orang yang memberi maaf kecuali kemuliaan, [3] Barangsiapa yang tawadhu (rendah diri) karena Allah maka Allah akan meninggikan (derajatnya).” (HR. Tirmidzi, Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Semoga Allah menganugerahkan pada kita 3 sifat orang yang bertakwa ini.
---
Catatan di masa silam di Mbali, Panggang, GK, 2 Syawal 1428 H (bertepatan dengan 14 Oktober 2007)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

 
KITA ORANG MUSLIM powered by blogger.com
Design by Simple Diamond Blogger Templates